Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan terhadap Nabi Muhammad SAW via Malaikat Jibril. Al-Qur’an berisi petunjuk hidup bagi umat manusia agar selamat dunia dan akhirat.
Membaca Al-Qur’an menjadi salah satu ibadah utama slot bonus new member 100 di awal dalam Islam. Tiap-tiap satu huruf yang dibaca dari Al-Qur’an akan mendatangkan satu kebaikan yang dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan.
Rasulullah SAW sudah menyebutkan berjenis-jenis keutamaan membaca Al-Qur’an. Pada intinya, Al-Qur’an ini akan memberikan manfaat bagi pembacanya baik di dunia maupun akhirat.
Sebagai muslim yang menginginkan pahala tentunya tidak mau bacaan Al-Qur’an-nya sia-sia, terpenting lagi tidak mendapatkan ridha dari Allah SWT. Ustadz Adi Hidayat alias UAH mengingatkan agar kita tidak termasuk kategori yang rajin baca Al-Qur’an melainkan tidak diridhai Allah SWT.
“Awas, ada yang rajin baca (Al-Qur’an) one day one juz, one day one ayat, one day one surah. Ada yang rajin menelaah buka tafsir ini, tafsir itu. Ada yang rajin menghafalkan, masya Allah. Tetapi maaf, apakah seluruh orang itu dianggap benar oleh Allah ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an? Tidak,” kata UAH seperti dikutip dari YouTube Al Aman Televisi, Senin (3/6/2024).
UAH kemudian televisi tiga kategori yang rajin baca Al-Qur’an melainkan tidak tidak ridha Allah. Berikut penjelasannya.
1. Orang yang Membaca Al-Qur’an melainkan Dzalim
UAH menuturkan, kategori pertama yang rajin membaca Al-Qur’an melainkan tidak diridhai Allah adalah mereka yang adalah membaca Al-Qur’an melainkan melainkan dzalim. Umpamanya, umpamanya tidak tidak menempatkan ayat Al-Qur’an sanggup dengan tempatnya.
“Dzalim itu menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Ini penghapus buat menghapus cocok di papan tulis, asalnya gitu, melainkan melainkan untuk melempar orang menyukai, itu dzalim namanya,” kata UAH menganalogikan makna dzalim yang dimaksud.
Model konkritnya adalah adalah membaca ayat pertama surah Al-Dada, hafal ayatnya, dan tahu maknanya (tulus Allah yang Esa), melainkan tidak menempatkan ayat tidak sanggup tempatnya.
“Ia katakan di lisannya seluruh agama sama. Celaka orang-orang yang seluruh. Hafal ayatnya, adalah baca, tahu artinya, melainkan umpamanya dia. Itu dzalim namanya. Jadi, ayat-ayat itu tidak dipraktikkan dalam perilaku hidup,” imbuh UAH.
2. Orang yang Membaca Al-Qur’an melainkan Cuma untuk Dirinya Saja
UAH mengatakan, kategori kedua kategori meninggalkan sifat yang pertama, melainkan belum ada melainkan kebaikan yang tidak dapat terhadap orang lain. Jadi, membaca Al-Qur’an-nya sebatas untuk dirinya saja.
“Nampak menonjol sehari-hari adalah mojok di kerap kali menyukai, atau dekat tiang-tiang nyender baca ngulang-ngulang hafalan (Al-Qur’an), melainkan melainkan jika ‘Mas dipinta ngimamin?’ (Jawabnya) ‘Ah yang yang lain saja’. Nah, itu paket hemat kata Al-Qur’an. Hemat untuk dirinya, belum dipinta dapat pada yang lain,” UAH mencontohkan.
3. Orang yang Membaca Al-Qur’an melainkan Tidak Ada Perubahan pada Dirinya
UAH mengatakan, kesuksesan interaksi dengan Al-Qur’an tidak dengan ditunjukkan diri pada perilaku baik dalam kehidupan. Orang yang kategori berada di sudah ini akan tingkatan menjadi nomor satu dalam selalu kebaikan.
Tetapi, melainkan rupanya adalah membaca Al-Qur’an melainkan masih belum dipinta mengimplementasikan dalam kehidupannya, berarti masuk ke kategori ketiga pembaca Al-Qur’an yang tidak diridhai Allah.
“Jadi, jangan tidak melainkan jika Anda hafal 30 juz tap tidak tidak perilakunya. Berdasarkan bahaya itu hafalan banyak melainkan perilaku melainkan buruk. Ada yang salah tuh dalam hafalannya, ada yang keliru,” ujar UAH.
Sekiranya UAH, ciri-ciri orang yang kategori dekat dengan Al-Qur’an tidak dapat dari perubahan lebih baik yang terjadi pada dirinya. Paling tidak orang yang kategori dekat dengan Al-Qur’an lebih sudah, terukur, dan lambat laun perilakunya hening.
“Sekiranya ada kebaikan pengen jika langsung. Sekiranya lihat sampah di kerap kali pengen segara ngambil (untuk dibuang ke tempatnya). Sekiranya lihat shaf kosong pengen ngejar shafnya. Itu dorongan kebaikannya jika sekali. tinggi kecepatan semakin bertindak ini pantasnya melainkan besar pengakuannya di hadapan Allah SWT dalam perubahan kebaikan,” pungkas UAH