Muhammadiyah yakni salah satu organisasi besar Islam di Indonesia sesudah Nahdlatul Ulama. Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwis atau KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 M/8 Dzulhijjah 1330 H di Kampung Kauman Yogyakarta.

Sejarah mencatat, Muhammadiyah ikut berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, bagus secara organisasi maupun kader-kadernya. Salah slot server thailand super gacor satunya dengan pengembangan pengajaran sebagai upaya pemberantasan buta huruf.

Perkembangan Muhammadiyah tumbuh kencang di Indonesia. Kadernya tersebar di seluruh penjuru Tanah Air. Banyak mendirikan sekolah, universitas, dan rumah sakit untuk umat. Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pemurnian agama (purifikasi) dan pembaharuan (modernisasi) atau dalam bahasa Arab disebut dengan gerakan tajdid.

Muhammadiyah mewujudkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber utama. Oleh karenanya, Muhammadiyah sering kali menyerukan ar-Ruju‘ ila al-Qur’an wa as-Sunnah ash-Shahihah atau dalam bahasa Indonesia yakni kembali ke Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Lalu, apa maksud dari kembali Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam pandangan Muhammadiyah?

Bukan Tekstual

Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, Khaeruddin Hamsin membeberkan, maksud dari kembali ke Al-Qur’an dan As-Sunnah bukan cuma mengambil teks secara harfiah dalam sumber hal yang demikian, seolah-olah Muhammadiyah tidak mempertimbangkan beragam pendapat yang telah ada.

“Sebaliknya, ini mencakup mempertimbangkan beragam pendapat fikih yang telah ada untuk mempertimbangkan mana yang lebih cocok dengan semangat Al-Quran dan As-Sunnah serta lebih maslahat untuk diterima. Dengan kata lain, pendekatan ini menekankan pentingnya pemakaian akal dan pengetahuan dalam memahami teks-teks keagamaan,” katanya dikutip dari website Muhammadiyah.or.id, Rabu (5/6/2024).

Dalam Risalah Islam Berkemajuan (Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta tahun 2022), ditunjukkan bahwa kembali ke Al-Qur’an dan As-Sunnah berarti penggalian terhadap makna kedua sumber hal yang demikian dilaksanakan dengan memanfaatkan akal, warisan intelektual, dan ilmu pengetahuan. Pendekatan ini tidak terikat pada mazhab tertentu, namun lebih terhadap pemahaman yang komprehensif dan dinamis.